ࡱ> ~{|} bjbj 8xxtM     X  FFF]  FFFq =} ż60vLlqq4FL : Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.31611/PP/M.III/16/2011 Jenis Pajak:Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKPMasa Pajak:Juni 2007Pokok Sengketa:Koreksi Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp. 2.062.164.666,00, dengan pokok sengketa adalah Koreksi Positif Reklas dari Ekspor menjadi Penyerahan yang PPN-nya Harus Dipungut Sendiri sebesar Rp.2.062.164.666,00;Menurut Terbanding:Alasan koreksi pemeriksa Penyerahan yang dilakukan oleh Wajib Pajak adalah penyerahan jasa maklon (CMT International) yang terutang PPN, sehingga pemeriksa merekiass penyerahan ekspor menjadi penyerahan dalam negeri yang PPNnya harus dipungut Dasar hukum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahan-perubahannya 1) Pasal 1 angka 5 "Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan atau atas petunjuk dari pemesan." 2) Pasal 1 angka 6 "Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini." 3) Pasal 4 huruf c "Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha." 4) Penjelasan Pasal 4 huruf c "Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak, penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. bahwa termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri atau Jasa Kena Pajak yang diberikan secara Cuma-cuma 5) Pasal 4A ayat (3) "Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut : jasa di bidang pelayanan kesehatan medik; jasa di bidang pelayanan sosial; jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko; jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi; jasa di bidang keagamaan; jasa di bidang pendidikan; jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan; jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan; jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air; jasa di bidang tenaga kerja; jasa di bidang perhotelan; jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum." Lampiran 3 Butir 4 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ./2002 Tanggal 28 Maret 2002 "Yang dimaksud dengan jasa maklon pada angka 2 huruf k Lampiran II Keputusan ini adalah semua pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), sedangkan spesifikasi bahan baku atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebahagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa." Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengatur bahwa Jasa Kena Pajak tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah: Jasa yang diterima oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional meliputi: Jasa persewaan kapal; Jasa kepelabuhanan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh; Jasa perawatan dan reparasi (docking) kapal. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, yang meliputi: Jasa perawatan pesawat udara; Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara. Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT. XYZ; Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah; Jasa persewaan rumah susun sederhana, dan rumah sangat sederhana; dan Jasa yang diserahkan oleh Tentara Nasional Indonesia dalam rangka tersedianya data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia. Tanggapan Terbanding bahwa Terbanding dalam hal ini memberikan tanggapan atas alasan-alasan banding sebagai berikut : bahwa materi surat banding yang dikemukakan oleh pemohon banding pada dasarnya sama dengan isi surat keberatannya dan telah dipergunakan dalam mempertimbangkan keberatan, yang selengkapnya adalah sebagai berikut : bahwa berdasarkan penelitian terhadap copy SPT Masa PPN, copy PEB, copy invoice dan debit note yang terkait dengan transaksi ekspor yang disengketakan, diketahui bahwa jumlah ekspor yang dilaporkan menurut SPT Masa PPN Masa Pajak Juni s.d. Juni 2007 sebesar Rp 2.062.164.666, berasal dari transaksi ekspor dengan rincian sebagai berikut : No Pemberitahuan Ekspor Barang (P6) SPT Masa FFN Penteli BKP/Penerirre JKP Nomor Tanggal Isilai FOB (USD) Nama Perrbeli BKP/Penerima JKP DPP (Rp) 1 TARGET STORE, USA 270478 2/6/2007 142.748.12 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 175.541.757 2 TARGET STORE, USA 270479 2/6/2007 25.372.00 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 37.441.438 3 TARGET STORE, USA 274240 6/6/2007 22.208.00 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 32.772.270 4 TARGET STORE, USA 275279 6/6/2007 46.098.20 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 56.688.539 5 279597 8/6/2007 KWANG LAN TRADING CO.. LTD 118.659.952 6 KOHL'S DEP.STORES INC, USA 279598 8/6/2007 42.356.79 KWANG LAM TRADING CO.. LTD 47.852.729 7 KOHL'S DEP.STORES INC, USA 279599 8/6/2007 79.354.80 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 97.679.837 8 TARGET STORE USA 282985 9/6/2007 143.245.08 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 177.588.924 9 k 282986 9/6/2007 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 53.786.970 10 TARGET STORE, USA 283779 11/6/2007 33.185.20 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 41.141.792 11 TARGET STORE, USA 287367 16/06/07 44.631.00 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 66.910.200 12 KOHL'S DEP.STORES NC, USA 290026 14/06/07 45.699.36 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 57.355.815 13 KOHL'S DEP.STORES NC, USA 290027 14/06/07 41.137.20 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 76.286.059 14 KOHL'S DBD.STORES NC, USA 290028 14/06/07 33.529.68 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 44.391.532 15 KOHL'S DBDSTORES NC, USA 290029 14/06/07 182.707.92 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 263.675.917 16 KOHL'S DEP.STORES NC, USA 292815 15/06/07 81.866.16 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 118.145.589 17 KOHL'S DEP.STORES NC, USA 292816 15/06/07 4.337.28 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 6.259.369 18 KOHL'S DEP.STORES INC, USA 292817 15/06/07 2.168.64 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 3.129.684 19 297206 18/06/07 KWANG LIM 'TRADING CO.. LTD 110.968415 20 TARGET STORE USA 300811 20/06/07 6.453.48 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 8.063.055 21 TARGET STORE USA 300930 20/06/07 53.893.88 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 68.125.878 22 KOHL'S DEP.STORES NC, USA 303311 21/06/07 41.137.20 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 75.394.800 23 KOHL'S DEP.STORES INC, USA 303312 21/06/07 32.832.00 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 42.960.000 24 KOHL'S DEP.STORES INC, USA 305122 21/06/07 108.060.72 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 119.611.380 25 TARGET STORE USA 311066 25/06/07 60.684.04 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 75.812.765 26 KOHL'S DEP.STORES NC, USA 318647 28/06/07 18.674.40 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 26.635.200 27 KOHL'S DEP.STORES INC, USA 318648 28/06/07 41.565.60 KWANG LIM TRADING CO.. LTD 59.284.800 Jumlah Ekspor 2.062.164.666 bahwa sesuai dengan dokumen-dokumen kontrak dari masing-masing transaksi ekspor tersebut terdapat klausul sebagai berikut : The buyer (Kwang Lim Trading) must remit trim charges to seller (PT KL Yunhyun Indonesia). If there are garment problems or discrepancies of buyer instruction, factory will take full responsibility. Buyer at all times retain title to materials provided to seller a buyer expense to fulfill this order. The subject merchandise can only be sent to the United States. All cost and charges raised by export, import and packing activities will be responsible by the buyer. Dari kontrak tersebut diketahui bahwa : Fee yang diterima oleh PT KL Yunhyun Indonesia adalah berupa trim charges (fee atas jasa maklon). Bahan baku disediakan oleh pembeli (Kwang Lim Trading). Seluruh biaya yang timbul dari ekspor, impor dan pengepakan menjadi tanggung jawab pembeli. bahwa selanjutnya dalam lampiran SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2007, yaitu dalam elemen laporan Laba/Rugi diketahui bahwa WP tidak mencatat adanya persediaan. Dalam invoice juga ditemukan bahwa biaya yang ditagihkan ke Kwang Lim Trading adalah berupa CMT charge (fee atas jasa maklon); bahwa selain itu dalam permohonan keberatannya, Pemohon Banding menjelaskan bahwa perusahaan bergerak di bidang industri garment, menerima pekerjaan pembuatan pakaian jadi atas dasar permintaan dari pemesan di luar negeri dimana quantity, bahan, spesifikasi teknis berupa ukuran, model dan saat penyerahan barang jadi ditentukan oleh pihak pemesan di luar negeri; bahwa dengan demikian jelas bahwa penyerahan ekspor ke Kwang Lim Trading yang dimaksud Wajib Pajak merupakan penyerahan jasa maklon; bahwa dengan memperhatikan data, fakta dan ketentuan perpajakan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : bahwa Pemeriksa melakukan reklasifikasi koreksi negatif DPP Ekspor pada Masa Pajak Juni s.d. Juni 2007 menjadi koreksi positif penyerahan yang harus dipungut PPN dengan tarif umum atas penyerahan jasa maklon sebesar Rp 2.062.164.666; bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Pemeriksa dengan alasan bahwa pengenaan PPN sebesar 10% atas penyerahan jasa maklon luar negeri tidak ada dasar hukumnya, karena perusahaan tidak melakukan penyerahan dalam daerah pabean. Jasa maklon adalah jasa kena pajak, oleh karena itu atas penyerahan jasa maklon terutang pajak, apabila jasa maklon diserahkan di dalam daerah pabean Indonesia, PPN yang terutang dan harus dipungut sebesar 10%, tetapi kalau diserahkan di luar daerah pabean maka PPN yang terutang tidak dipungut; bahwa berdasarkan ketentuan yang berlaku diketahui bahwa jasa maklon yang dikoreksi oleh Pemeriksa sebesar Rp 2.062.164.666 sudah memenuhi ketentuan sebagai penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahan-perubahannya, hal ini dikarenakan penyerahan yang dilakukan oleh Wajib Pajak tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak, Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya bahwa atas dasar itu, maka terhadap penyerahan jasa maklon yang disengketakan sebesar Rp.2.062.164.666seharusnya dikenakan PPN dengan tarif umum (10%); bahwa atas alasan keberatan Wajib Pajak yang menyatakan bahwa penyerahan jasa tidak dilakukan di dalam Daerah Pabean karena produk tempat melekatnya jasa maklon tersebut langsung diserahkan kepada buyer di luar negeri, Penelaah Keberatan berpendapat sebagai berikut : bahwa perlakuan PPN atas penyerahan jasa maklon di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh PT KL Yunhyun Indonesia selaku Pengusaha Kena Pajak mengacu kepada Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahan-perubahannya, yang mengatur bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; bahwa berdasarkan Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahan-perubahannya, ditegaskan bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; bahwa lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahan-perubahannya, dijelaskan bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak diwajibkan : melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; memungut pajak yang terutang; menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; melaporkan penghitungan pajak. bahwa dengan memperhatikan ketentuan di atas, maka atas sengketa ini secara eksplisit diatur bahwa pengenaan PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean tidak dilihat pada dimana penerima manfaat Jasa Kena Pajak berada tetapi difokuskan pada letak penyerahan Jasa Kena Pajak dimaksud. Sehingga atas penyerahan jasa maklon senilai Rp 2.062.164.666 yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh PT KL Yunhyun Indonesia selaku PKP, dikenakan PPN dan yang berkewajiban untuk memungut PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean adalah PT KL Yunhyun Indonesia selaku Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan jasa maklon dimaksud di dalam Daerah Pabean; bahwa terdapat perubahan klasifikasi jasa maklon yang semula diklasifikasikan sebagai penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menjadi klasifikasi Jasa Kena Pajak menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; bahwa hal ini dapat dilihat dari dihapusnya ketentuan dalam Pasal 1 huruf d angka 1) huruf c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan ditambahkannya pengertian Jasa dalam Pasal 1 huruf d) angka 2) huruf e Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995; bahwa dalam menerapkan ketentuan perpajakan terhadap penyerahan jasa maklon, Wajib Pajak masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 dengan memperlakukan penyerahan jasa maklon sebesar Rp 2.062.164.666 sebagai penyerahan Barang Kena Pajak, yaitu dengan menerapkan tarif 0% (nol persen) pada penyerahan jasa maklon yang dilakukan di Daerah Pabean. Padahal penyerahan jasa maklon yang disengketakan dilakukan pada masa pajak dalam tahun 2007 yaitu setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; bahwa memperhatikan uraian di atas, maka Penelaah mengusulkan untuk menolak permohonan keberatan Wajib Pajak dan mempertahankan koreksi Pemeriksa atas Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut sebesar Rp 2.062.164.666; bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, sepanjang pemohon banding tidak dapat membuktikan kebenaran atas alasan permohonannya dengan menyampaikan dan melengkapi bukti pendukung terkait serta dari penellitian lebih lanjut dapat diyakini kebenarannya, maka penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh pemeriksa KPP PMA Empat telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga penghitungan PPN Kurang Bayar dalam SKPKB Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Nomor : 00232/207/07/057/09 tanggal 06 Mei 2009 Tahun ajak 2007 dan telah diterbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP1426/VVPJ.07/BD.05/2009 tanggal 29 Desember 2009 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP adalah benar dan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian terbanding mengusulkan agar Majelis Pengadilan Pajak menolak permohonan banding Pemohon Banding dan mempertahankan koreksi pemeriksa berdasarkan keputusan keberatan; Menurut Pemohon:bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan PMA yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.402/KMK.04/2005 kemudian diubah dengart Keputusan Menteri Keuangan No.216/KMK.04/2006 Tanggal 27 Janurai 2006 mendapat fasilitas sebagai Pengusaha Kawasan Berikat (PKB ) dan Pengusaha Dalam Kawasan Berikat (PDKB); bahwa Pemohon Banding berusaha di bidang industri garment, menerima pekerjaan pembuatan pakaian jadi atas dasar permintaan dan pemesan di luar negeri dimana quantity, bahan, spesifikasi tehnis berupa ukuran, model dan saat penyerahan barang jadi ditentukan oleh pihak pemesan di luar negeri; bahwa hasil produksi berupa barang jadi dikirim kepada buyer di luar negeri. Atas hasil produksi yang telah diekspor ke pihak pembeli tersebut Pemohon Banding menerima pembayaran dari pihak pemesan yang dibukukan sebagai penghasilan dari ekspor; bahwa oleh karena penyerahan barang tersebut dilakukan ke pihak buyer di luar negri maka Pemohon Banding, tidak memungut PPN sesuai ketentuan yang berlaku; bahwa dalam pemeriksaan pajak pemeriksa melakukan reklasifikasi atas penyerahan ekspor sebesar Rp.2.062.164.666,00 menjadi jasa CMT dalam negeri dan menghitung Pajak Keluaran sebesar 10%; bahwa menurut Pemohon Banding pengenaan PPN sebesar 10% atas penyerahan jasa maklon luar negeri tidak ada dasar hukumnya karena Pemobon tidak melakukan penyerahan di dalam Daerah Pabean. Seluruh barang jadi berupa baju yang telah selesai di jahit (tempat melekatnya jasa maklon tersebut) Pemohon kembalikan kepada buyer di Luar Negeri; bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 huruf c Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 menyebutkan: Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; bahwa selanjutnya Penjelasan Pasal 4 Huruf c menyebutkan : Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak, Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, Penyerahan dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan yang bersangkutan. bahwa penjelasan ini secara gamblang, jelas, bahwa jasa yang terutang PPN harus memenuhi 3 (tiga) syarat secara kumulatip sebagaimana tersebut diatas; bahwa Jasa Maklon yang Pemohon lakukan adalah jasa CMT yang melekat pada barang (pakaian) dimana pakaian tersebut Pemohon serahkan kembali kepada pemesan di Luar Negeri (bukan di dalam Daerah Pabean Indonesia) maka menurut pendapat Pemohon tidak dipungut PPN 10%; bahwa Maklon adalah Jasa Kena Pajak, Oleh karena itu atas penyerahan Jasa Maklon terutang Pajak, tetapi kalau diserahkan di luar Daerah Pabean Indonesia tnaka PPN yang terutang tidak dipungut ; bahwa oleh karena Jasa Maklon atas pembuatan pakaian jadi berdasarkan order dari Luar Negeri Pemohon lakukan di dalam Kawasan Berikat dan basil pekerjaan berupa barang jadi (pakaian) tempat melekatnya jasa maklon tersebut Pemohon langsung serahkan kepada buyer di Luar Negeri (bukan di dalam Daerah Pabean), maka imbalan atas jasa maklon tersebut tidak dipungut PPN , hal ini sejalan dengan jiwa Pasal 16 B Undang-undang PPN yaitu pemberian fasilitas berupa PPN tidak dipungut yang diberikan kepada PDKB untuk mendorong ekspor; bahwa berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan tersebut diatas Pemohon tidak dapat menerima koreksi atas DPP sebesar Rp.2.062.164.666,00 tersebut; bahwa Pemohon banding merasa keberatan untuk dikenakan PPN atas penyerahan Jasa Maklon ke Luar Negeri karena Pemohon berpendapat bahwa penyerahan Jasa maklon tersebut dilakukan di luar negeri yang bersamaan dengan penyerahan atas barang jadi berupa baju berdasarkan perjanjian lintas batas negara antara Pemohon dengan pemesan yang berada di luar negeri; bahwa Pemohon sependapat dengan Terbanding yang menyatakan bahwa Jasa maklon adalah Jasa Kena Pajak, namun perlu juga dilihat dimana jasa tersebut diserahkan. Kalau diserahkan di dalam Daerah Pabean Indonesia maka terhutang PPN sebesar 10%, tetapi kalau diserahkan di luar Daerah Pabean Indonesia tidak ada kewenangan fiskus untuk mengenakan PPN; bahwa untuk penyerahan atas jasa, Menteri Keuangan pemah mengeluarkan ketentuan berupa Keputusan No.302/KMK.04/1989 tanggal 1 April 1989 yang dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b menyebutkan : 'Tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah penyerahan jasa yang melekat pada atau untuk barang bergerak yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean Republik Indonesia; bahwa ketentuan ini sampai saat ini belum pemah dicabut atau dinyatakan tidak berlaku lagi, bahkan sangat sejalan dengan ketentuan Pasal 4 huruf e yang mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak Bari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean (asas reciprocity); bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut diatas Pemohon tetap berpendapat bahwa atas penyerahan Jasa maklon yaitu Jasa Kena Pajak yang melekat pada barang jadi (bergerak) di Luar Negeri maka PPN yang terutang tidak dipungut; Menurut Majelis :bahwa nilai sengketa yang terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp. 2.062.164.666,00, dengan pokok sengketa adalah Koreksi Positif Reklas dari Penyerahan Ekspor menjadi Penyerahan yang PPN-nya Harus Dipungut Sendiri sebesar Rp.2.062.164.666,00; bahwa dalam persidangan Terbanding menyampaikan Penjelasan Tertulis Nomor S-1063/PJ.07/2011 tanggal 23 Februari 2011 hal Penjelasan Tertulis untuk sidang banding PT KL Yunhyun Indonesia terhadap KEP-1426/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 29 Desember 2009 yang pada pokoknya menyatakan; bahwa sehubungan dengan sidang banding atas nama PT KL Yunhyun Indonesia (NPWP 02.362.834.0-057.000) terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP 1426/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 29 Desember 2009 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Nomor 00232/207/07/057/09 tanggal 06 Mei 2009 Masa Juni 2007, dan untuk memenuhi permintaan Majelis Hakim di persidangan sebelumnya tanggal 21 Februari 2011, dengan ini kami sampaikan tanggapan tertulis sebagai berikut: A. POKOK SENGKETA Bahwa pokok sengketa adalah koreksi DPP PPN sebesar Rp 2.062.164.666,- disebabkan karena reklasifikasi atas penyerahan ekspor menjadi penyerahan Jasa kena Pajak (CMT) B. LANDASAN HUKUM 1. Undang-Undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 18 tahun 2000 Pasal 1 angka 5 : Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan". Pasal 4,: Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; Impor Barang Kena Pajak; Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Penjelasan Pasal 4 huruf c: Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak baik pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 3A ayat (1) maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan Penyerahan Jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak; Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan atau Jasa Kena Pajak yang diberikan secara cuma-cuma 2. Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah stdtd Undang-Undang nomor 18 tahun 2000 menyebutkan "Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut : jasa di bidang pelayanan kesehatan medik; jasa di bidang pelayanan sosial; jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko; jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi; jasa di bidang keagamaan; jasa di bidang pendidikan; jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan; jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat ikian; jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air; jasa di bidang tenaga kerja; jasa di bidang perhotelan; jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum." 3. Lampiran 3 Butir 4 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ./2002 Tanggal 28 Maret 2002 :"Yang dimaksud dengan jasa makion pada angka 2 huruf k Lampiran II Keputusan ini adalah semua pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), sedangkan spesifikasi bahan baku atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebahagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa." 4. Pasal 5 Peraturan Pemerintah nomor 144 tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai menyebutkan: Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah: Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik; Jasa di bidang pelayanan sosial; Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko; Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi; Jasa di bidang keagamaan; Jasa di bidang pendidikan; Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan; Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan; Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air; Jasa di bidang tenaga kerja; Jasa di bidang perhotelan; Jasa yang disediakan Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum. 5. Pasal 16 B ayat (1) Undang-Undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah stdtd Undang-Undang nomor 18 tahun 2000 menyebutkan: Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dart pengenaan pajak, untuk: Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu Impor Barang Kena Pajak tertentu Pemanfaatan Barang kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean C. FAKTA PERSIDANGAN DAN TANGGAPAN TERBANDING Bahwa dalam lampiran SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2007, yaitu dalam elemen laporan Laba/Rugi diketahui bahwa WP tidak mencatat adanya persediaan. Dalam invoice juga ditemukan bahwa biaya yang ditagihkan ke Kwang Lim Trading adalah berupa CMT charge (fee atas jasa maklon). Mekanisme pemberian jasa maklon yang dilakukan Pemohon Banding adalah sebagai berikut : -Bahan baku dan bahan pembantu disediakan oleh Pemesan di luar negeri -Pemohon Banding memproses bahan baku dimaksud menjadi pakaian -Barang yang sudah diproses (pakaian) dikirim ke customer di luar negeri sesuai permintaan pemesan -Atas pemesanan tersebut , Pemohon Banding membuat dua invoice (tagihan), yaitu kepada pemesan di Korea dan tagihan pembeli di luar luar negeri Pemohon Banding dalam surat banding dan surat bantahannya, mengakui bahwa usaha yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah memberikan jasa maklon, yaitu jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan petunjuk dari pemesan. Bahwa selanjutnya Pemohon Banding menyatakan berdasarkan penjelasan Pasal 4 huruf c Undang-Undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah stdtd Undang-Undang nomor 18 tahun 2000, penyerahan jasa yang dilakukan tidak memenuhi syarat untuk dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Bahwa mempertimbangkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah nomor 144 tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, Pemohon Banding mengakui bahwa Jasa yang diserahkan adalah Jasa Kena Pajak. Pemohon Banding juga berpendapat mengenai keberadaan Pemohon Banding sebagai Pengusaha di dalam Kawasan Berikat, dimana Pemohon Banding berhak mendapatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut yang sejalan dengan jiwa Pasal 16 B UU PPN dan Keputusan Menteri Keuangan nomor 302/KMK.04/1989 tanggal 1 April 1989 Pasal 2 ayat (3) huruf b yang menyebutkan : "Tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah penyerahan jasa yang melekat pada atau untuk barang bergerak yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean Republik Indonesia" Atas pendapat Pemohon Banding tersebut Terbanding berpendapat bahwa : 3.1. Pemohon Banding diketahui memang melakukan penyerahan Kena Pajak berupa jasa maklon dan sudah memenuhi ketentuan sebagai penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahan-perubahannya, Hal ini dikarenakan penyerahan yang dilakukan oleh Wajib Pajak tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak, Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya Atas dasar itu, maka terhadap penyerahan jasa makion tersebut seharusnya dikenakan PPN dengan tarif umum (10%). Dengan memperhatikan ketentuan pada huruf B diatas, maka atas sengketa ini secara eksplisit diatur bahwa pengenaan PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean tidak dilihat pada dimana penerima manfaat Jasa Kena Pajak berada tetapi difokuskan pada letak penyerahan Jasa Kena Pajak dimaksud. Sehingga atas penyerahan jasa maklon yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh PT KL Yunhyun Indonesia selaku PKP, dikenakan PPN dan yang berkewajiban untuk memungut PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean adalah PT KL Yunhyun Indonesia selaku Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan jasa makion dimaksud di dalam Daerah Pabean. 3.2. Terkait dengan keberadaan Pemohon Banding di Kawasan Berikat yang menurut Pemohon Banding berhak mendapatkan fasilitas PPN berupa terutang tidak dipungut, Terbanding berpendapat bahwa atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak di Kawasan Berikat tetap terutang Pajak Pertambahan Nilai 10%.Ketentuan mengenai kawasan berikat dapat dijelaskan sebagai berikut : Keputusan Menteri Keuangan No.291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No.101/PMK.04/2005 Pasal 14 huruf f : Atas pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak tidak dipungut PPN dan PPnBM. Pasal 14 huruf g : Atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak oleh PKP di DPIL atau PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal, tidak dipungut PPN dan PPnBM Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan No.386/KMK.04/2004 tentang Pekerjaan Sub Kontrak dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya ke Kawasan berikat disebutkan bahwa Atas pekerjaan sub kontrak yang dilakukan oleh PDKB di KB tetap dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa sesuai ketentuan yang berlaku. Bahwa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan No.291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No.101/PMK.04/2005 tersebut mengatur tentang pengeluaran barang dan atau bahan dari Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) ke perusahaan industri di Daerah Pabean Indonesia Lainnya(DPIL) atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak dan juga mengatur tentang penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak oleh PKP di DPIL atau PDKB (ainnya kepada PKP PDKB asal, sedangkan atas jasa tidak diberikan fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa penyerahan yang dilakukan Pengusaha Daerah Kawasan Berikat yang diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut adalah penyerahan atas barang bukan penyerahan atas jasa. Dengan demikian alasan Pemohon Banding bahwa atas penyerahan jasa makion di dalam Kawasan Berikat, tidak dipungut PPN dan PPnBM, juga tidak dapat diterima 3.3. Bahwa dasar aturan yang disampaikan oleh Pemohon Banding dalam surat bantahan yaitu Keputusan Menteri Keuangan nomor 302/KMK.04/1989 tanggal 1 April 1989 tersebut menurut Terbanding dikeluarkan untuk mengakomodir Pasal 1 huruf d angka 1) huruf c) Undang-Undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang di dalam paragraf penjelasan menyebutkan: "Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pengalihan Barang dalam keadaan bergerak yaitu perpindahan Barang karena suatu pesanan atau permintaan untuk menghasilkan Barang dengan Bahan dan atas petunjuk dari si Pemesan." Sejak Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diamandemen dengan Undang-Undang nomor 9 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, Pasal di atas telah dihapuskan. Dengan dihapuskannya Pasal di atas sejak Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994, maka Keputusan Menteri Keuangan nomor 302/KMK.04/1989 tanggal 1 April 1989 dinyatakan tidak berlaku bahwa demikian disampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim Yang Terhormat dalam memutus sengketa ini dengan seadil-adilnya. bahwa Pemohon Banding dalam persidangan telah menyatakan setuju bahwa transaksi terkait yang disengketakan adalah transaksi jasa maklon; bahwa menurut Pemohon Banding perjanjian atas transaksi terkait dilakukan di Luar Daerah Pabean dan dikarenakan jasa maklon tersebut melekat pada barang, maka penyerahkan juga dilakukan di Luar Daerah Pabean sehingga seharusnya tidak dipungut PPN; bahwa menurut Pemohon Banding pokok sengketa banding untuk Tahun 2007 ini serupa dengan pokok sengketa di tahun 2005 yang juga telah diputuskan oleh Pengadilan Pajak; bahwa atas pokok sengketa di tahun 2005 yang juga telah diputuskan oleh Pengadilan Pajak, Pemohon Banding telah menyampaikan dalam persidangan fotokopi salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.20799/PP/M.III/16/2009 yang diucap tanggal 26 November 2009; bahwa setelah mempelajari berkas banding dan mendengar penjelasan Terbanding maupun Pemohon Banding diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut: Pemohon Banding adalah Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) merangkap Pengusaha Dalam Kawasan Berikat (PDKB) sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 402/KMK.04/2005 tanggal 15 Agustus 2005 yang kemudian dirubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No.216/KMK.4/2006 tanggal 27 Januari 2006; Pemohon Banding memberikan Jasa Maklon, yaitu membuat pakaian jadi atas order, petunjuk dan bahan-bahan dari pemesannya, yaitu pengusaha yang berada di luar daerah pabean, atas instruksi dari pemesannya, barang hasil olahan (pakaian jadi) tersebut tidak dikirim kembali kepada pemesannya tetapi langsung diekspor ke perusahaan di luar daerah pabean (di luar negeri); Eksportasi tersebut dilakukan oleh Pemohon Banding dengan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atas nama Pemohon Banding dan dengan mencantumkan Nilai Ekspor sebesar fee (Nilai Penggantian) atas Jasa Maklon yang diterima dari pemesannya; Terbanding berpendapat atas penyerahan Jasa Maklon tersebut sebagai Jasa Kena Pajak di dalam negeri yang terutang PPN 10 % sehingga Pemohon Banding yang dalam SPT PPN yang melaporkannya sebagai ekspor direklas menjadi penyerahan jasa di dalam negeri yang terutang PPN 10 %; bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah bagaimana perlakuan PPN terhadap pemberian Jasa Maklon oleh Pemohon Banding (PDKB) kepada pengusaha di luar negeri tersebut, sehingga dengan demikian sengketa dimaksud berada pada koridor yuridis fiskal; bahwa sengketa yuridis fiskal tersebut terjadi karena ketidakjelasan terhadap ketentuan PPN atas Jasa Maklon yang diberikan oleh PDKB kepada pengusaha diluar negeri ketika barang produksi tersebut langsung diekspor oleh PDKB ke tujuan lain di luar negeri atas permintaan pemesan; bahwa sehubungan dengan itu, Majelis menganggap perlu untuk menentukan lebih dulu apakah Jasa Maklon tersebut memang tergolong Jasa Kena Pajak. Setelah itu Majelis akan meneliti Legal Character PPN dihubungkan dengan suasana kebatinan yang menjiwai terbitnya kebijakan fiskal yang disebut PDKB, dan Majelis juga perlu menguji pendapat/koreksi Terbanding dari sudut pandang asas-asas pemerintahan yang baik; bahwa yang dimaksud dengan Jasa Maklon menurut lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 170/PJ/2002 adalah semua pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pemberi jasa (disubkontrakan) sedangkan spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong / pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa; bahwa setelah mendengar penjelasan Terbanding maupun Pemohon Banding dalam persidangan, Majelis dapat meyakini bahwa jasa yang diberikan oleh Pemohon Banding adalah tergolong sebagai Jasa Maklon sebagaimana dimaksud pada Keputusan Dirjen Pajak No. 170.PJ/2002 tersebut; bahwa Jasa Maklon sesuai dengan Pasal 4A Undang-undang No. 8 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 18 tahun 2000 Jo. Peraturan Pemerintah No. 144 tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN, adalah tergolong pada jenis jasa yang tidak dikecualikan dari pengenaan PPN sehingga Jasa Maklon adalah Jasa Kena Pajak; bahwa untuk itu Majelis perlu memberikan pertimbangan hukum mengenai pendapat Terbanding yang mengoreksi positif Dasar Pengenaan Pajak PPN karena penyerahan yang dilakukan Pemohon Banding merupakan penyerahan jasa kena pajak atas CMT ( Maklon ) yang diberikan kepada pengusaha di luar negeri sebagai berikut: bahwa Terbanding tidak menyangkal fakta tentang pemberian Jasa Maklon oleh Pemohon Banding ke luar negeri; bahwa Pemohon Banding melaporkan pemberian jasa tersebut sebagai ekspor barang karena: barang berupa pakaian yang dibuatnya tersebut diekspor kepada pengusaha lain di Luar Negeri atas permintaan pengusaha pemesannya yang ada di luar negeri; ekspor tersebut dilakukan sesuai ketentuan Undang-undang pabean dengan menggunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atas nama Pemohon Banding sendiri; Pemohon Banding merujuk pada Pasal 2 ayat (3) huruf b Keputusan Menteri Keuangan No. 302/KMK.04/1989 tanggal 1 April 1989 yang berbunyi: tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean RI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah penyerahan Jasa yang melekat pada atau untuk barang bergerak yang dimanfaatkan di luar daerah pabean RI ; Ketentuan pada Pasal 2 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan No. 302/KMK.04/1989 tersebut adalah masih sejalan dengan jiwa Keputusan Menteri Keuangan No. 291/KMK.05/1987 Pasal 14 huruf g yang berbunyi atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontraktor oleh PKP di DPIL atau PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal, tidak dipungut PPN dan PPn BM ; bahwa Majelis tidak sependapat dengan Terbanding yang menganggap Keputusan Menteri Keuangan No. 302/KMK.04/1989 tidak berlaku lagi karena dibuat sebagai pelaksanaan Undang-undang PPN No. 8 tahun 1983 mengingat: Undang-undang No. 8 tahun 1983 tentang PPN tidak pernah dicabut/dinyatakan tidak berlaku lagi karena Undang-undang tersebut hanya diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang No. 18 tahun 2000. Hal ini dapat dilihat pada Bab VIII tentang Ketentuan Penutup dari Undang-undang No. 18 tahun 2000; Keputusan Menteri Keuangan No. 302/KMK.04/1989 dimaksud tidak pernah secara formal dicabut karena tidak bertentangan dengan Undang-undang No. 18 tahun 2000; Terbanding tidak dapat meyakinkan Majelis bahwa Keputusan Menteri Keuangan tersebut sudah tidak berlaku lagi; bahwa dengan merujuk pada Keputusan Menteri Keuangan No. 302/KMK.04/1989 maka dalil Terbanding yang menganggap Jasa Maklon yang diberikan Pemohon Banding kepada pengusaha di luar negeri sebagai penyerahan Jasa Kena Pajak didalam daerah Pabean adalah tidak tepat; bahwa sehubungan dengan itu, Majelis perlu mempertimbangkan lebih lanjut bagaimana perlakuan Jasa Maklon dimaksud apakah sesuai dengan pasal 16B Undang-undang No. 18 tahun 2000 yang PPNnya tidak dipungut atau dibebaskan atau dikenakan tarif 0% sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU No. 18 tahun 2000 tersebut; bahwa karena selanjutnya peraturan perundang-undangan PPN tidak memberikan aturan yang jelas, Majelis demi keadilan akan menggunakan kewenangan Recht Finding guna menemukan atau memperjelas hukumnya dengan mencari jawaban dari hal-hal yang sifatnya mendasar seperti philosofi dan ciri-ciri dari PPN itu sendiri. Once a tax has been introduced, unsolved question should be answered by searching the very nature of the tax, again unless political decisions, demikian Prof Dr Ben Terra dalam bukunya Sales Taxation, The Case of Value Added Tax In the European Community (Kluwer Law and Taxation Publisher 1988); bahwa menurut Ben Terra, Legal Character (ciri/karakteristik hukum) PPN adalah Indirect Tax on Consumption (Pajak tidak langsung atas konsumsi) adalah dimaksudkan untuk memajaki barang dan jasa (that sales tax should not descriminate between goods and services) dan salah satu ciri khusus pajak ini adalah Neutrality bahwa Netralitas (Neutrality) dalam teori perpajakan pada dasarnya dimaksudkan agar suatu sistim perpajakan hendaknya : Tidak menyebabkan distorsi terhadap pola aktivitas sektor swasta; Tidak mendorong atau menyebabkan perubahan pada perilaku Wajib Pajak hanya karena alasan perpajakan; Dalam kaitannya dengan PPN, hendaknya tidak menimbulkan distorsi pada harga barang atau jasa antara (intermediate goods and services) yang akan diproses lebih lanjut. Beban pajak atau tambahan harga lain haruslah dibebankan HANYA pada harga Barang atau Jasa yang dibayar oleh konsumen akhir (sebagai final consumption); bahwa ciri utama dari PPN adalah bahwa pajak tersebut dikenakan dan dipungut pada seluruh rangkaian/tahapan produksi dengan kesempatan untuk memperhitungkan pajak yang dibayar pada saat pembelian dengan pajak yang harus dibayar pada saat produksinya dijual, dengan demikian pengenaan PPN seharusnya tidak boleh mempengaruhi (men-distorsi) harga yang harus dibayar oleh para pengusaha-produsen pada saat membeli maupun menjual produksinya ( "Consumption Tax Trends", OECD Publishing, 2004); bahwa secara sederhana PPN adalah pajak yang dikenakan pada setiap tambahan nilai yang terjadi sepanjang proses/tahapan produksi, mulai dari bahan baku sampai dengan produk jadi melalui jalur pemasaran dan distribusi , yang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha, sebelum mencapai tangan konsumen terakhir yang harus menanggung pajak atas seluruh nilai-nilai yang ditambahkan tersebut. Penambahan nilai yang terjadi tidak hanya berupa "barang tangible (barang berwujud)" tapi juga berupa "jasa atau barang intangible (barang tak berwujud)" yang akan menyatu sebagai "barang jadi" yang siap dikonsumsi oleh konsumen akhir; bahwa Pengertian tentang netralitas sebagai salah satu prinsip perpajakan yang diterapkan pada Value Added Taxation menurut Grandcolas adalah : " ..... means that taxation should seek to be neutral and equitable between forms of commerce. Business decisions should be motivated by economic rather than tax considerations. Taxpayers in similar situation carrying out similar transactions should be subject to similar levels of taxation." (Grandcolas, Christophe , 2006; " VAT on the Cross-border Trade in Services and Intangible"). Sementara itu Ben Terra menggambarkannya sebagai Economic Neutrality. A sales tax is considered neutral if the tax does not interfere with the optimal allocation of the means of production; bahwa selanjutnya juga dikatakan in order to obtain on optiomal economic neutrality the next principle should be borne in mind apart from measures purposely taken by the legislatorfor political or orther reason levying of taxes should not damage economic interest, therefore interference with the existing market should be kept to a minimum ; bahwa Netralitas tersebut berkaitan erat dengan konsep "Level Playing Field". Persaingan antar para pengusaha haruslah mencerminkan keunggulan efisiensi dan keunggulan alamiah mereka, dan hendaknya tidak dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah, baik berupa ada atau tidak-adanya hambatan tarif, subsidi atau akibat perlakuan perpajakan yang berbeda; bahwa prinsip netralitas tidak terlalu berpengaruh pada perdagangan di dalam negeri karena, sesuai dengan maksud PPN sebagai pajak atas konsumsi, konsumsi memang terjadi di dalam wilayah jurisdiksi yang sama. Lain halnya bila tempat dilakukannya suatu proses produksi atau lokasi penyerahan berbeda dengan tempat dimana konsumsi terjadi, dengan kata lain dalam perdagangan internasional/lintas-batas; bahwa pengkreditan PPN yang dibayar pada saat import, sebagaimana perlakuan atas PPN Masukan pada pembelian dalam negeri, memberikan jaminan atas prinsip netralitas dan tidak adanya distorsi harga pada perdagangan international ("Consumption Tax Trends", OECD Publishing, 2004). Demikian pula dengan perlakuan yang sama seyogyanya diterapkan pada export, sehingga tidak ada efek "pajak atas pajak" (cascading effect) pada perdagangan (Tait, Alan. A, "Value Added Tax. International Practice and Problems", International Monetary Fund, Washington, D.C, 1988); bahwa disini pengertian "konsumsi" dipertajam dengan pengertian "destinasi" yaitu tempat dimana konsumsi atau pemanfaatan (enjoyment) yang terakhir sebenarnya terjadi. Aplikasi prinsip destinasi pada PPN (yang dipersyaratkan dalam norma perdagangan international) menjamin External Neutrality. Ekspor dkenakan tarif 0%, dan impor dikenakan tarif dan dasar pengenaan sesuai dengan yang dikenakan pada produksi lokal; bahwa di Indonesia pengenaan PPN telah diatur dalam UU PPN dan dijabarkan dalam berbagai peraturan pelaksanaan dibawah Undang undang yang pada dasarnya juga mengakui dan mengikuti legal Character PPN maupun prinsip-prinsip yang umum dalam PPN sebagaimana dapat ditemukan pada Penjelasan Umum , Pasal 4 jo Pasal 8 Undang-undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2000 dan Penjelasannya; bahwa seperti halnya pengenaan PPN atas Barang (Berwujud), pada dasarnya pengenaan PPN atas Jasa dan Barang Tak Berwujud di Indonesia menganut prinsip-prinsip umum yang berlaku dan dipraktekkan diseluruh dunia, yaitu sebagai pajak atas konsumsi (penanggung pajak adalah konsumen akhir) dan karenanya dikenakan di destinasi terakhir dimana konsumsi terjadi; bahwa perlakuan PPN atas impor tidak banyak menghadapi masalah yang berarti dan telah diatur dan dilakukan sesuai prinsip-prinsip yang berlaku umum, yaitu sebagai pajak atas konsumsi dengan destinasi di wilayah Indonesia. dan karena itu dikenakan PPN dengan tarif 10% sama dengan penyerahan BKP dan JKP di dalam daerah pabean; bahwa sesuai prinsip-prinsip yang berlaku diatas maka perlakuan atas ekspor seharusnya sama dengan perlakuan atas impor. Dengan demikian pengenaan PPN, sebagai pajak atas konsumsi sesuai prinsip destinasi, bersifat netral serta tidak menimbulkan efek cascading (pajak atas pajak/kumulative), pada transaksi ekspor harus pula dilakukan secara konsisten. Efek "cascading" bisa terjadi bila transaksi ekspor tidak dimasukkan sebagai "taxable event" sehingga berakibat bahwa PPN yang dibayar untuk pembelian "input" (faktor produksi) tidak bisa dikreditkan dan karenanya menjadi bagian dari harga jual; bahwa seperti telah dijelaskan bahwa proses atau tahapan produksi bisa dilakukan oleh rangkaian beberapa pengusaha berbeda yang masing-masing menghasilkan tambahan nilai (added value), termasuk "jasa atau barang intangible" ,misalnya jasa dalam merubah bentuk,menambahkan sesuatu barang lain, merangkai, atau bahkan hanya kelebihan penguasaan pasar atau "intelectual property" misalnya design atau "trade mark" tertentu yang semuanya terwujudkan dalam penambahan nilai . Setiap "added value" inilah yang pada dasarnya merupakan obyek Pajak Pertambahan Nilai yang pada akhirnya ditanggung seluruhnya oleh konsumen akhir, dan bukan oleh pengusaha-pengusaha dalam rangkaian produksi sampai pemasaran dan distribusi. Oleh karenanya nilai ekonomis/komersial yang terkandung dalam suatu barang dan tercerminkan pada "harga akhir" yang dibayar konsumen akhir didalamnya sudah termasuk nilai komersial "jasa" atau "barang tak berwujud" yang "ditambahkan" selama proses diatas yang harus dibayar pajak konsumsinya. Harga akhir tersebut didalamnya tidak boleh mengandung unsur "pajak konsumsi" (karena telah menjadi unsur harga pokok akibat tidak bisa dikreditkan terhadap Pajak Keluaran) yang masih harus dibayar "pajak atas konsumsi" oleh konsumen akhir; bahwa dengan demikian seluruh "jasa" dan/atau "barang tak berwujud" yang ditambahkan dalam proses tahapan produksi tersebut merupakan suatu kesatuan yang tak mungkin dipisah-pisahkan dari wujud "barang jadi" dalam hal perlakuan pengenaan pajak atas konsumsinya. Konsumsi atas suatu "barang" tentunya meliputi juga konsumsi atas keseluruhan "nilai" yang intrinsik terbawa oleh barang tersebut; bahwa mengacu pada legal character PPN tersebut diatas, maka Majelis berpendapat pengenaan PPN atas pemberian jasa yang dimanfaatkan oleh pengusaha pemesan di luar negeri tidak bisa dipisahkan (yang juga sesuai dengan jiwa dari Keputusan Menteri Keuangan No. 302/KMK.04/1989) dari barang/pakaian hasil olahan /produksi Pemohon Banding yang atas permintaan pemesan diekspor ke Amerika Serikat dengan PEB atas nama Pemohon Banding; bahwa apabila terhadap jasa maklon tersebut dikenakan PPN karena jasa tersebut dilakukan di Indonesia dan karena ekspor jasa tidak dikenal dalam Undang-undang PPN maka mekanisme ini akan mengakibatkan pelanggaran terhadap legal character PPN mengingat : a. PPN menjadi tidak netral lagi karena dalam harga barang /hasil olahan yang diekspor tetap mengandung PPN, sedangkan untuk mekanisme PPN dimana pemesan barang adalah Pengusaha Kena Pajak di dalam negeri, maka semua PPN Masukan (termasuk PPN atas penggunaan Jasa Maklon ) dapat direstitusi sehingga harga barang yang diekspor telah steril terhadap PPN; b. Sifat non Cumulative /non Cascade dari PPN juga diabaikan sehingga akan terjadi pajak atas pajak (karena PPN atas Jasa Maklon akan ikut menjadi komponen harga pokok) padahal salah satu sifat baik yang menjadi landasan lahirnya PPN adalah untuk menghindari sifat akumulasi dari pajak penjualan yang sudah lebih dulu dikenal/diterapkan . Itu sebabnya PPN menggunakan sistem perhitungan Pajak Keluaran dikurangi Pajak Masukan (Credit System); bahwa apabila dilihat dari Philosofi kebijakan fiskal yang terkait dengan pendirian Kawasan Berikat dan KITE, pengenaan PPN oleh Terbanding dengan memberikan fasilitas PPN tidak dipungut sebagaimana diatur dalam Pasal 16 B Undang-undang PPN dan Peraturan Pelaksanaannya juga berhubungan dengan semangat /jiwa pengadaan KITE/Kawasan Berikat yang dimaksudkan antaranya untuk mendorong ekspor tanpa harus menggunakan mekanisme restitusi pajak (agar meringankan cash flow Pengusaha terkait); bahwa meskipun Majelis memahami kewenangan Terbanding untuk melakukan diskresi (dalam rangka pengamanan penerimaan Pajak) , ketika ketentuan PPN terkait kurang jelas, Majelis perlu menguji apakah koreksi yang dilakukan oleh terbanding sesuai/telah mendasarkan pada asas-asas pemerintahan yang baik atau tidak; bahwa koreksi Terbanding yang tidak memperhatikan tujuan utama diadakannya Kawasan Berikat /KITE tanpa didahului pemberitahuan/penegasan kepada para Wajib Pajak, kurang sesuai dengan asas transparansi dan kepastian hukum; bahwa koreksi Terbanding telah menyebabkan Pemohon Banding tidak mungkin membebankan PPN kepada pemesan barang karena dilakukan tidak dalam tahun berjalan (Tahun 2005) dan PPN dimaksud harus ditanggung Pemohon Banding sehingga hal ini tidak sejalan dengan sifat PPN sebegai Indirect Tax ( Pajak tidak langsung) . Koreksi tersebut juga mengharuskan Pemohon Banding dikenakan sanksi administrasi Pasal 13 ayat (2) dan (3) Undang-undang KUP untuk/karena suatu pristiwa hukum yang tidak /kurang jelas aturannya mengingat : Pemohon Banding adalah PDKB yang beranggapan memperoleh fasilitas PPN dalam rangka mendorong ekspor; Pemohon Banding belum pernah menerima /mendapatkan aturan sebagaimana pendapat terbanding pada kasus ini; Pemohon Banding mendapatkan informasi dari Surat Dirjen Pajak No. S-873/PJ.53/2003 tanggal 3 September 2003 yang antara lain menerangkan atas ekspor barang jadi hasil kegiatan Jasa Maklon dan subkontraktor oleh PKP dikawasan Berikat oleh PT ABC dikenakan PPN dengan tarif 0%; sehingga menurut Majelis, Terbanding kurang memperhatikan asas keadilan dan Fairness; bahwa sehubungan dengan itu, Majelis berpendapat diskresi yang dilakukan Terbanding dalam bentuk koreksi yang menjadi pokok sengketa dimaksud adalah kurang akuntable sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik; bahwa Majelis berpendapat ekspor barang hasil olahan (pakaian) ke luar negeri yang dilakukan Pemohon Banding adalah sah adanya sesuai dengan Pasal 11 angka 1 Undang-undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2000 yang menyatakan Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam daerah pabean yang sejalan pula dengan Undang-undang Pabean No. 10 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Pasal 1 angka 14 yang mengatakan Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean; bahwa dalam UU PPN tahun 2000, beserta peraturan-peraturan dibawah undang-undang tersebut, perlakuan PPN atas kegiatan Jasa Maklon, yang secara international disebut "contract manufacturing", tidak diatur secara tegas dan jelas, khususnya menyangkut Jasa Maklon yang dilaksanakan untuk melayani pesanan dari luar negeri dan yang produk jadinya diekspor, baik kenegara pemesan maupun kenegara lain, sesuai permintaan pemesan. Namun demikian secara tidak langsung berdasarkan UU PPN Tahun 2000 hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut; bahwa berdasarkan Pasal 1 (11) UU PPN th. 2000 disebutkan bahwa: " Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean keluar Daerah Pabean". Dalam UU ini tidak diatur pengecualian tentang kegiatan pengeluaran barang dari dalam keluar Daerah Pabean yang bisa dianggap bukan ekspor. Tetapi berdasar Pasal 7 (2) disebutkan : Tarif PPN atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0%. Dan dalam penjelasan pasal inidisebutkan bahwa : " ...... , Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan". Pengenaan tarif 0% disini adalah sebagai konsekwensi prinsip PPN yang dianut untuk menjamin External Neutrality. Dengan demikian tidak semua ekspor barang terutang PPN, atau dengan kata lain atas ekspor barang bukan BKP tidak terutang PPN. Aturan tentang barang atau jasa apa saja yang dikecualikan dan dianggap bukan BKP (aturan tentang exemption, sebagai wujud diskresi suatu negara untuk menentukan pengecualian/penyimpangan dari prinsip dasar PPN apa saja yang akan ditetapkan sesuai keperluan) tercantum dalam Pasal 4A, yang diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah No 144, th 2000, tanggal : 22 Desember 2000, tentang: "Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan PPN". Dalam pasal 4A UU PPN dan PP tersebut tidak tercantum bahwa produk jadi hasil Jasa Makloon adalah barang bukan BKP. Dengan demikian Produk Jadi hasil Jasa Maklon adalah Barang Kena Pajak yang apabila di ekspor, sesuai dengan UU PPN diatas, terutang PPN dengan tarip 0%, beserta konsekuensi legal berupa boleh dikreditkannya seluruh Pajak Masukan yang terkait dengan barang tersebut; bahwa perlakuan PPN di Indonesia untuk kegiatan Jasa Maklon dan kaitannya dengan ekspor barang jadi hasil maklon tersebut pada dasarnya telah sesuai dengan prinsip dan konsep Pajak Pertambahan Nilai yang diterima umum diatas. Hal ini tergambar antara lain dalam surat Dirjen Pajak No.: S-873/PJ.53/2003, tanggal 3 September 2003, tentang: "Perlakuan PPN Atas Kegiatan Maklon dan Ekspor Barang Hasil Maklon", yang jelas menyebutkan bahwa atas ekspor barang jadi hasil kegiatan maklon dari kawasan berikat dikenakan PPN dengan tarif 0%; bahwa oleh karena itu sesuai dengan Undang-undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2000 atas ekspor yang dilakukan Pemohon Banding dikenakan PPN dengan tarif 0%; bahwa Majelis selanjutnya juga perlu meneliti semangat dan suasana kebatinan dari kebijakan fiskal yang menyangkut fakta bahwa Pemohon Banding adalah PDKB; bahwa dalam kaitannya dengan pemberian fasilitas dalam rangka mendorong kegiatan ekspor yang diwujudkan dalam pembentukan kawasan-kawasan tertentu ( KITE; EPTE; Gudang Berikat; Kawasan Berikat, dsb) maka Pemerintah memberikan berbagai kemudahan bagi pengusaha-pengusaha tertentu, termasuk diantaranya adalah kemudahan dalam rangka perlakuan PPN; bahwa terdapat 2 (dua) macam fasilitas di bidang PPN yang diberikan sejak adanya Pasal 16B dalam UU PPN No. 11 Tahun 1994 sebagai perubahan dari UU PPN Tahun 1984, yang terdiri dari : Pajak terutang tidak dipungut Pembebasan dari pengenaan pajak bahwa dalam memori penjelasan dari Pasal 16B tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian fasilitas tersebut dimaksudkan untuk : Mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di Kawasan Berikat dan Entreport Produksi untuk tujuan Ekspor (EPTE) atau wilayah lain dalam Daerah Pabean yang dibentuk khusus untuk maksud tersebut; Menampung kemungkinan perjanjian dengan negara atau negara-negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi; bahwa Pasal 16B tersebut dapat dipandang sebagai politik hukum di bidang perpajakan yang menggunakan fungsi reguleren untuk mendukung peningkatan perekonomian Indonesia dengan cara mendorong ekspor. Sehubungan dengan itu Pemerintah secara aktif melakukan berbagai deregulasi di bidang perekonomian, antara lain dengan mengeluarkan berbagai kebijakan tentang Kawasan Berikat, EPTE dan sebagainya; bahwa selanjutnya dalam rangka perubahan UU PPN No. 11 Tahun 1994 menjadi UU No. 18 Tahun 2000, kebijakan fiskal yang tertuang dalam Pasal 16B tersebut tetap dipertahankan, hanya dalam memori penjelasan pasal tersebut telah ditegaskan dengan tujuan dan ruang lingkup pemberian fasilitas yang lebih komprehensif untuk berhasilnya sektor-sektor ekonomi yang berpotensi tinggi dalam skala nasional, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional serta memperlancar pembangunan nasional. Dalam hal ini tujuan mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di Kawasan Berikat dan EPTE atau untuk pengembangan wilayah lain dalam Daerah Pabean yang dibentuk khusus untuk maksud tersebut tetap menjadi fokus teratas; bahwa sejalan dengan itu berbagai aturan pelaksanaan yang mengatur pemberian fasilitas sebagaimana diatur dalam Pasal 16B telah diterbitkan antara lain: Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat. Dalam Pasal 14 huruf g diatur bahwa atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak oleh PKP di DPIL atau PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal, tidak dipungut PPN dan PPnBM; Keputusan Menteri Keuangan Nomor 37/KMK.04/2002 tanggal 12 Februari 2002 masih mempertahankan ketentuan sebagaimana tersebut pada Pasal 14 huruf g, yaitu atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak oleh PKP di DPIL atau PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal, tidak dipungut PPN dan PPnBM. Perubahan kelima dari KMK 291/KMK.05/1997 tersebut untuk meningkatkan efisiensi, daya saing beberapa perusahaan yang berstatus Penyelenggara Kawasan Berikat yang dimaksudkan untuk melaksanakan kegiatan rekondisi dalam Kawasan Berikat; Keputusan Menteri Keuangan Nomor 129/KMK.04/2003 tanggal 09 April 2003 tentang Pembebasan dan/atau pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai serta Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada Pasal 2, pada pokoknya memberikan fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut antara lain atas bahan hasil olahan yang bahan bakunya berasal dari impor yang diserahkan ke Kawasan Berikat untuk diproses lebih lanjut; bahwa sehubungan dengan pemberian fasilitas berdasar Pasal 16 B Undang Undang PPN Jo Keputusan Menteri Keuangan No 129/KMK.04/2003 tanggal 09 April 2003, Majelkis tidak sependapat dengan dalil Terbanding bahwa fasilitas PPN yang tidak dipungut hanya untuk BKP, karena apabila dikaji peraturan teknisnya, pengiriman kembali hasil produksi/olahan oleh PKP dalam Kawasan Berikat (PDKB) kepada PDKP Lain nya harus menggunakan mekanisme pencatatan Faktur Pajak PPN oleh PKP yang melakukan Jasa Maklon dengan DPP berupa Nilai Penggantian atas jasa tersebut , bukan dengan harga jualnya . Hal ini meyakinkan Majelis bahwa atas jasa juga diberikan fasilitas tidak dipungut PPN; bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Majelis berkesimpulan sebagai berikut: bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dasar pemikiran pemberian fasilitas untuk mendorong industri bertujuan ekspor, serta tinjauan tentang legal-character Pajak Pertambahan Nilai sebagai Pajak atas konsumsi, dapat diuraikan beberapa hal terkait jenis usaha Jasa Maklon (Contract Manufacturing) sebagai berikut: bahwa Jasa Maklon, atau ada juga yang menyebut sebagai jasa Cutting-Making-Trimming (CMT), yang menjadi sengketa akibat terkait dengan Ekspor barang jadi hasil kegiatan maklon tersebut. bahwa penyerahan Jasa Maklon merupakan suatu kegiatan yang berakibat pada bertambahnya nilai dari barang yang dikerjakan dengan Jasa Maklon tersebut. Oleh karenanya pengenaan PPN atas penyerahan Jasa Maklon (di dalam daerah pabean) adalah telah sesuai baik dengan peraturan yang berlaku maupun dengan prinsip pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku universal.Dengan demikian Nilai/Harga Barang Jadi hasil perlakuan Jasa Maklon terdiri atas berbagai komponen mulai dari nilai/harga bahan baku dan bahan pembantu yang bersifat Tangible, serta komponen Intangible seperti Jasa yang merubah bentuk bahan baku menjadi barang jadi dan yang berupa Intelectual Property Right (bila ada). Nilai atau harga Barang Jadi hasil kegiatan Jasa Maklon yang siap diperdagangkan tidak dapat lagi dipisah-pisahkan karena telah menjadi suatu kesatuan yang intrinsic terbawa oleh Barang Jadi tersebut. Nilai / harga keseluruhan itulah yang menjadi dasar pengenaan PPN, baik bila dijual di Indonesia maupun untuk di-ekspor. bahwa fasilitas-fasilitas pemerintah yang disediakan untuk kegiatan usaha tertentu di dalam kawasan-kawasan khusus , misalnya Kawasan Berikat atau Gudang Berikat dan yang lain, pada dasarnya adalah untuk mendukung program pemerintah dalam rangka mendorong industri yang bertujuan ekspor, misalnya dengan cara menangguhkan/menunda pengenaan PPN serta pungutan lain oleh DJBC. Khusus untuk PPN karena bila barang hasil produksi kemudian di-ekspor maka seluruh Pajak masukan dapat direstitusi, kecuali bila diatur lain menurut undang-undang. Dengan demikian pengusaha terkait tidak terlalu terganggu likwiditasnya karena harus membayar dulu PPN Masukan yang nantinya bisa diminta kembali. bahwa Pasal 1(11) UU PPN th. 2000 menyatakan dengan jelas bahwa: Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean keluar Daerah Pabean. Pasal 1 (13) UU No. 17, tentang Kepabeanan secara lebih singkat menyebutkan pengertian tersebut sebagai: .kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean. Di dalam kedua UU tersebut tidak ditemukan aturan yang menyatakan adanya pengecualian bahwa pengeluaran suatu barang tertentu dari Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean bukan dianggap ekspor. bahwa lebih lanjut Pasal 4(f) UU PPN tersebut mengatur bahwa: Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.Jadi ada 2 parameter dalam pasal ini terkait apakah suatu ekspor dikenakan PPN atau tidak, yaitu apakah barang yang di-ekspor adalah Barang Kena Pajak (BKP) serta apakah yang mengekspor adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dengan demikian tidak semua ekspor barang terutang PPN. Bila yang diekspor adalah barang bukan BKP maka atas ekspor tersebut tidak terutang PPN. Aturan tentang Barang apa saja yang dikecualikan dan dianggap bukan BKP tercantum dalam Pasal 4A UU PPN. Pengecualian tersebut lebih lanjut diatur secara rinci dalam Peraturan Pemerintah No. 144 th. 2000, tentang: Jenis Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN. Baik didalam Ps. 4A UU PPN maupun dalam PP 144 Th. 2000 tersebut tidak tercantum bahwa Barang Jadi hasil kegiatan Jasa Maklon termasuk dalam bukan BKP. Pelaksanaan peraturan tersebut telah berjalan sebagaimana terbukti pada pengenaan PPN atas penjualan Barang Jadi hasil Jasa Maklon di Indonesia. bahwa dengan demikian jelas bahwa Barang Jadi hasil Jasa Maklon adalah Barang Kena Pajak, yang apabila dikeluarkan dari dalam Daerah Pabean keluar Daerah Pabean ( disebut sebagai ekspor ) oleh PKP, terutang PPN. Selanjutnya Pasal 7(2) UU PPN mengatur bahwa : Tarif PPN atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0%. Dan dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan bahwa : PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, BKP yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean, dikenakan PPN dengan tarif 0% (nol persen). Pengenaan tariff 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN. Dengan demikian Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang di-ekspor tetap dapat dikreditkan. Penjelasan pasal ini pada dasarnya sekaligus merupakan penegasan bahwa UU PPN di Indonesia telah sesuai dengan prinsip-prinsip Pajak Pertambahan Nilai yang bersifat universal dan dianut oleh seluruh Negara di dunia yang menggunakan Pajak Pertambahan Nilai sebagai cara pemungutan pajak tidak langsung atas konsumsi, antara lain untuk menjamin External Neutrality barang yang di-ekspor. bahwa Direktur Jenderal Pajak dalam suratnya no: S-873/PJ.53?2003, tanggal: 3 Sept 2003, tentang Perlakuan PPN atas Kegiatan Maklon dan Ekspor Barang Hasil Maklon, juga menyebutkan bahwa atas ekspor barang jadi hasil kegiatan maklon dari kawasan berikat dikenakan PPN dengan Tarif 0%. Masalah dari kawasan berikat atau bukan dari kawasan berikat pada dasarnya tidak akan menimbulkan perbedaan perlakuan PPN atas ekspor. bahwa berdasarkan uraian dan ketentuan-ketentuan tersebut di atas Majelis memperoleh keyakinan bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding berupa jasa CMT/maklon sampai dengan pengiriman barang jadi hasil jasa maklon ke Pembeli/Pemesan di Luar Negeri, telah memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan karenanya atas pengiriman barang jadi hasil jasa maklon ke Luar Negeri tersebut haruslah diperlakukan sebagai ekspor Barang Kena Pajak yang terhutang pajak pertambahan nilai dengan tarif 0%; bahwa dengan kesimpulan di atas Majelis berpendapat bahwa Koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp. 2.062.164.666,00, yang berasal dari Koreksi Positif Reklas dari Penyerahan Ekspor menjadi Penyerahan yang PPN-nya Harus Dipungut Sendiri sebesar Rp.2.062.164.666,00 tidak mempunyai dasar dan alasan yang kuat sehingga tidak dapat dipertahankan; Memperhatikan:Surat Permohonan Banding Pemohon Banding, Surat Uraian Terbanding, Surat Bantahan Pemohon Banding, hasil pemeriksaan dan pembuktian di dalam persidangan; Mengingat:Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan berkaitan dengan perkara ini;Memutuskan:Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan Banding Pemohon banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1426/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 29 Desember 2009, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak Juni 2007 Nomor: 00232/207/07/057/09 tanggal 06 Mei 2009, atas nama : PT. KL Yunhyun Indonesia, NPWP: 02.362.834.0-057.000, beralamat di Jalan Telesonik Nomor 1 Km.8 RT 003 RW 005. Keboncau, Jatake, Tangerang (15136) sehingga Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juni Tahun 2007 dihitung kembali menjadi sebagai berikut: No. Uraian Jumlah (Rp) 1 Dasar Pengenaan Pajak - Penyerahan yang PPN nya harus dipungut Sendiri 1.781.750 - Ekspor 2.062.164.666 Jumlah Seluruh Penyerahan 2.063.946.416 2 Pajak Keluaran Seluruhnya 178.175 3 Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan 42.939.928 4 Lebih Bayar 42.761.753 5 Kelebihan Pajak Dikompensasikan ke Masa Pajak Berikutnya 42.761.753 6 Jumlah PPN yang masih harus dibayar -   $):;FHI ˻zj^zjJ'h [h [5CJOJQJaJmH!sH!h?%CJOJQJaJhh5:N5CJOJQJaJh [h9/CJOJQJaJ$h [h [CJOJQJaJmH!sH!hh9/5CJOJQJaJhh9/CJOJQJaJh5:Nh >5CJOJQJaJh}wh}w5CJOJQJhc 5CJOJQJh}w5CJOJQJh5:Nhp5CJOJQJaJ;GIjjkd$$IflFy| * t*    44 layt#SF$d$Ifa$gd [$d$Ifa$gd $da$gdx u$d$Ifa$gd [$d$Ifa$gdjkd|$$IflFy| * t*    44 layt#SF I Stlc]s`N!ү||iiiiZh [h [CJOJQJaJ$h [h [CJOJQJaJmH sH h [h [6CJOJQJaJ'h [h [6CJOJQJaJmHsHh [h [CJOJQJaJ$h [h [CJOJQJaJmHsHhh:'5CJOJQJaJhh:'CJOJQJaJhh5:N5CJOJQJaJh [h:'CJOJQJaJ! uu`uuu$d$If^a$gd [$d$Ifa$gd [$d$Ifa$gdjkd$$IflFy| * t*    44 layt#SF 5 6 I #S$ & Fd$1$7$8$Ifa$gd [$d$Ifa$gd [$hd$If^ha$gd [$ & Fd$1$7$8$Ifa$gd [tu)St#l cd$ & Fd$1$7$8$Ifa$gd [$ & Fd$1$7$8$Ifa$gd [$hd$If^ha$gd []sB`{MNcd$d$Ifa$gd [$ & F d$1$7$8$Ifa$gd [$ & F d$1$7$8$Ifa$gd [ $ & F d$1$7$8$If^a$gd ["$d$Ifa$gd [K$$ & Fd$1$7$8$Ifa$gd [$d$Ifa$gd [$d$If`a$gd ["#$>DLX^}|$d$Ifa$gd [$d$Ifa$gd [K$_kdt$IfK$L$4F){=R )    ayt [ TAA..$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kdF$IfK$L$4֞ -$){h p  )ayt [+kdp$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$ '2$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$235GNWUBB//$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kd`$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [Wa|+kdP$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$UBB//$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kd@$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [ +kd0$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$6=FPkv$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$vwyUBB//$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kd8$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [+kd( $IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$  * $0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$* + - / 6 ? UBB//$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kd $IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [? @ [ f g +kd $IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$g j | $0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$ UBB//$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kd $IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [ !!!+kd $IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$!!1!8!A!K!f!q!$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$!1!u!!""" #$$&&&&U'))*))`-,4UI J J JJJJvLhQkR}W#]^^ϼϼϼϼ~~kWkϝ'h [h [6CJOJQJaJmHsH$h [h [CJOJQJaJmH!sH!hh:'CJOJQJaJhh:'5CJOJQJaJh [h#SFCJOJQJaJh [h [6CJOJQJaJ$h [h [CJOJQJaJmHsHh [h [CJOJQJaJh [h [CJOJQJaJ$h [h [CJOJQJaJmH sH !q!r!u!!!!UBB//$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kd $IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [!!!!!+kd$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$!!!!!"""-"$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$-"."1"J"Q"Z"UBB//$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kd$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [Z"e""""+kd$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$""""""""$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$""" ###UBB//$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kd$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [#"#=#G#H#+kd$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$H#K#f#m#v####$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$######UBB//$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kd~$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [#####+kdn$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$####$$*$4$$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$4$5$8$I$P$Y$UBB//$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kdj$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [Y$c$~$$$+kdZ$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$$$$$$$$$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$$$% %%UBB//$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kdJ$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [% %;%F%G%+kd:$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$G%J%e%l%u%%%%$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$%%%%%%UBB//$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kd*$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [%%%%%+kd$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$%&&!&*&4&O&Z&$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$Z&[&^&y&&&UBB//$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kd $IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [&&&&&+kd$IfK$L$֞ -$){h p  )ayt [$0d$If^0a$gd [K$$d$Ifa$gd [K$&&&&&&U'{jQ$ & Fd$1$7$8$Ifa$gd [$d$Ifa$gd []kd$IfK$L$F-$)p  )    ayt [$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$U''((())*)R)))H*I*J*l+m+~$ & Fd$1$7$8$Ifa$gd [ $ & F hd$1$7$8$If^a$gd [$hd$If^ha$gd [$d$Ifa$gd [ $ & F d$1$7$8$If^a$gd [m+,,_-`---..002&3W3qq $ & F 8d$1$7$8$If^8a$gd [$hd$If^ha$gd [$ & Fd$1$7$8$Ifa$gd [$d$Ifa$gd [$d$If`a$gd [$ & Fd$1$7$8$Ifa$gd [ W33+4,48568V:::;;O>z$8d$If^8a$gd [ $ & F  d$1$7$8$If^a$gd [$ & Fd$1$7$8$Ifa$gd [$d$If^a$gd [ $ & F 8d$1$7$8$If^8a$gd [ O>P> @!@#B$BDDEE J J$d$1$7$8$If^a$gd [$ & Fd$1$7$8$Ifa$gd [$ & Fd$1$7$8$Ifa$gd [$d$Ifa$gd [ J JJJPKQKuLvLlMmM N NNNuuuuuuuuuu$d$Ifa$gd [$d$Ifa$gdjkd$$IflFy| * t*    44 layt#SF NPP,Q-QhQQQRkRlRS T TTTVV}WXX*CJOJQJ^JaJmH!sH!5h [h [0J*56CJOJQJ\^JaJmH!sH!2h [h [0J*6CJOJQJ\^JaJmH!sH!h [h [6CJaJmH!sH!,h [h [0J*CJOJQJ^JaJmH!sH!$h [h [CJOJQJaJmH!sH!hh:'CJOJQJaJh:'CJOJQJaJhh:'5CJOJQJaJh [h [5CJOJQJaJS_j`k`?b@bRbbb ccceeGez#$$$If]$^a$gd [$$$$If]$^a$gd [#$$$If]$^`a$gd [ '$$Ifa$gd [#$$$If]$a$gd [$$d$If]$`a$gd ['$ n$Ifa$gd [ ccceeGefgghhbhhiͻq_E3"h [h [6CJ]aJmH sH 2h [h [0J*6CJOJQJ]^JaJmH sH "h [h [6CJOJQJ]aJh [h [6CJOJQJaJh [h [6CJ]aJ*h [h [0J*6CJOJQJ]^JaJ*h [h [0J*6>*CJOJQJ^JaJ"h [h [6CJ]aJmH!sH!2h [h [0J*6>*CJOJQJ^JaJmH!sH!/h [h [0J*6CJOJQJ^JaJmH!sH! Geeefafffghbhhhhit#$ $$If]$^a$gd ['$ & F $If^`a$gd ['$$If^a$gd [$$d$If]$^a$gd [$$$$If]$^a$gd [#$ & F X$$If]$a$gd [ i[jj%kFkwkkkk>lrllll5mtopDp#$$$If]$^`a$gd [ '$ & F h+$If]+^`a$gd ['$$If^a$gd ['$$If^`a$gd [iljjj%kEkkkkkrlllll5mtopDpnp素x^D2h [h [0J*6CJOJQJ]^JaJmHsH2h [h [0J*6CJOJQJ]^JaJmHsHh [h [6CJaJmHsH/h [h [0J*6CJOJQJ^JaJmHsH'h [h [0J*6CJOJQJ^JaJ/h [h [0J*6CJOJQJ^JaJmHsH5h [h [0J*56CJOJQJ\^JaJmH sH /h [h [0J*6CJOJQJ^JaJmH sH Dpnppp q#q>qqqq r(r{r)ss5t#$ & F h$$If]$a$gd [#$$$If]$^a$gd [#$$$If]$^`a$gd ['$ & F $If^`a$gd [npp q"q#q=qq(rzr{r)ss5tt u uжxfXFX7h [h [56CJ\aJ"h [h [6CJ]aJmH sH h [h [6CJ]aJ"h [h [6CJ]aJmHsHh [h [6CJaJmHsH.h [h [6CJOJQJ]^JaJmHsH+h [h [6CJOJQJ^JaJmHsH2h [h [0J*6CJOJQJ]^JaJmHsH2h [h [0J*6CJOJQJ]^JaJmHsH*h [h [0J*6CJOJQJ]^JaJ5ttt u u9uOvvv,wwoo[#$$$If]$^a$gd [#$$@$If]$^@a$gd [#$ & F $$If]$a$gd [#$ & F h@$$If]$a$gd [#$$$If]$a$gd [#$ & F h$$If]$a$gd [ #$ & F h$$If]$^`a$gd [ u9u{K{|}l~~~ ŁI˂ԅl 4 #ZJ<޹ީooo(h [h [56CJ\]aJmH sH "h [h [6CJ]aJmH sH %h [h [56CJ\aJmH sH h [h [6CJaJmH sH "h [h [6CJ]aJmHsH%h [h [56CJ\aJmHsHh [h [6CJaJmHsH"h [h [6CJ\aJmHsH'wx-yjz} ~ :k$m#$ $$If]$^`a$gd [#$$$If]$^a$gd [#$ & F V$$If]$^a$gd [#$$$If]$^`a$gd [#$ & F h@$$If]$a$gd [#$$$If]$^a$gd [ $l 4<=Ȑll$$d$If]$a$gd [#$ $$If]$^`a$gd [#$$$If]$^a$gd [#$ & F  $$If]$^a$gd [#$$$If]$^a$gd [#$ & F h$$If]$^a$gd [ <Ȑʗ˗ݗbc̥+ صء؊wcwcwcwJ10h [h [6B*CJOJQJaJmHphsH0h [h [6B* CJOJQJaJmHph3sH'h [h [6CJOJQJaJmHsH$h [h [CJOJQJaJmHsH-h [h [B*CJOJQJaJmH!phsH!'h [h [6CJOJQJaJmH!sH!'h [h [>*CJOJQJaJmH!sH!h [h [CJOJQJaJ$h [h [CJOJQJaJmH!sH!'h [h [6CJOJQJaJmH sH ȐɐRSKL-.ŜƜ$ & F d$Ifa$gd [$d$If^a$gd [$d$Ifa$gd [d$Ifgd [ßğ*+bc΢%W̥+|$ %%d$If^%a$gd [!$ & F %% d$If^%` a$gd [!$ & F 11d$If^1`a$gd [$d$If^a$gd [$d$Ifa$gd [+,*ǩ67>?tu; #$$Ifa$gd [$d$If^a$gd [!$ & F  d$If^` a$gd [$d$If^a$gd [$8d$If^8a$gd [J;MWTn8L-kղzgQgQg=g=g='h [h [0J*6CJOJQJ^JaJ*h [h [0J*6CJOJQJ]^JaJ$h [h [0J*CJOJQJ^JaJh [h [6CJ]aJh [h [CJaJh [h [CJaJmHsHh [h [6CJaJmH!sH!h [h [CJaJmH!sH!'h [h [6CJOJQJaJmHsH$h [h [CJOJQJaJmHsH-h [h [B* CJOJQJaJmHph3sH[ɹʹ23+,[\)$$If^`a$gd [)$$If^a$gd [ #$$Ifa$gd [#$ & F $If^`a$gd [+&m%_ges)*'>q:DT_x }gp'h [h [CJOJQJ]aJmHsH$h [h [CJOJQJaJmHsHh [h [CJaJmHsH2h [h [0J*6CJOJQJ]^JaJmHsH,h [h [0J*CJOJQJ^JaJmHsH*h [h [0J*6CJOJQJ]^JaJ$h [h [0J*CJOJQJ^JaJ)fg)*M!$8d$If^`8a$gd [$d$If^a$gd [$d$If^a$gd [ )$$Ifa$gd [#$$If^a$gd [)$$If^a$gd [!"#$bcEFX-H}~$d$If^a$gd [$d$Ifa$gd [$ & F d$Ifa$gd [$d$If^`a$gd [$8d$If^`8a$gd [)*AB $d$Ifa$gd [$ & F `d$If``a$gd [$d$If^a$gd [)$$If^a$gd [#$$If^a$gd [$d$If^a$gd [ M893BU "   E L   KMwǴss__s'h [h [5CJOJQJaJmHsH*h [h [56CJOJQJaJmHsH'h [h [6CJOJQJaJmHsH-h [h [B*CJOJQJaJmHphsH$h [h [CJOJQJaJmHsHh [h [CJOJQJaJ$h [h [CJOJQJaJmH!sH!,h [h [0J*CJOJQJ^JaJmH!sH! MHA89!$ & F PPd$If^P`a$gd [$d$If^a$gd [!$ & F  d$If^` a$gd [$d$Ifa$gd [GHKL  $$If^a$gd [$d$If^a$gd [$ 7d$Ifa$gd [$d$Ifa$gd [$d$If`a$gd [$ & Fd$Ifa$gd [ijkuvxξ|mZG$h [h [CJOJQJaJmH!sH!$hh:'0J@CJOJQJaJh [h:'CJOJQJaJh [h [CJOJQJaJh [hDCJOJQJaJ(h [h [CJOJQJ^JaJmH!sH!hh:'CJOJQJaJhh:'5CJOJQJaJh [h [CJaJhDCJaJh [h [5CJaJmH!sH!h [h [CJaJmH!sH!zi$d$Ifa$gd [ )$$Ifa$gd [$d$Ifa$gdjkdz$$IflFy| * t*    44 layt#SFjf $@+d$If]+^`gd [$d$Ifa$gdjkd$$IflFy| * t*    44 layt#SFjkvxuubbb$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [$d$Ifa$gdjkdr$$IflFy| * t*    44 laytD ɺh5:NhpCJOJQJaJhh:'5CJOJQJaJh [h:'CJOJQJaJh [h [OJQJmH!sH!$h [h [CJOJQJaJmH!sH!'h [h [5CJOJQJaJmH!sH!-.mm$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kkd$IfK$L$l F>80> t    44 layt [./0akmZ$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kkdm $IfK$L$l F>80> t    44 layt [klmvmZ$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kkd $IfK$L$l F>80> t    44 layt [mZ$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kkdk!$IfK$L$l F>80> t    44 layt [mZ$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kkd!$IfK$L$lF>80> t    44 layt [ mZ$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kkd"$IfK$L$l F>80> t    44 layt [   #mZ$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kkd#$IfK$L$lF>80> t    44 layt [#$&_jmZ$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kkd#$IfK$L$lF>80> t    44 layt [jkmmZ$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$$d$Ifa$gd [K$kkd$$IfK$L$lF>80> t    44 layt [$d$Ifa$gd [kkd$$IfK$L$lF>80> t    44 layt [ $da$gdGjkd8%$$IflFy| * t*    44 layt#SF6&P1h:p3U_/ N!S"S#$% z$$If!vh555 #v#v#v :V l t*555 yt#SFz$$If!vh555 #v#v#v :V l t*555 yt#SFz$$If!vh555 #v#v#v :V l t*555 yt#SF$IfK$L$!vh5{5=5R#v{#v=#vR:V 4 )+,5{5=5R/ / / / / 4yt [($IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V 4 )+,5{5h 5555p 5/ / / / / 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,,,,,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,,,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh5{5h 5555p 5#v{#vh #v#v#v#vp #v:V  ),,5{5h 5555p 5/ 4yt [$IfK$L$!vh55p 5#v#vp #v:V  ),,55p 5/ 4yt [z$$If!vh555 #v#v#v :V l t*555 yt#SFz$$If!vh555 #v#v#v :V ln t*555 ytNz$$If!vh555 #v#v#v :V l t*555 yt#SFz$$If!vh555 #v#v#v :V l t*555 yt#SFz$$If!vh555 #v#v#v :V l t*555 ytD}$IfK$L$l!vh5>55#v>#v#v:V l  t5>55yt [}$IfK$L$l!vh5>55#v>#v#v:V l  t5>55yt [}$IfK$L$l!vh5>55#v>#v#v:V l  t5>55yt [$IfK$L$l!vh5>55#v>#v#v:V l  t5>55/ yt [$IfK$L$l!vh5>55#v>#v#v:V l t5>55/ yt [}$IfK$L$l!vh5>55#v>#v#v:V l  t5>55yt [$IfK$L$l!vh5>55#v>#v#v:V l t5>55/ yt [$IfK$L$l!vh5>55#v>#v#v:V l t5>55/ yt [$IfK$L$l!vh5>55#v>#v#v:V l t5>55/ yt [$IfK$L$l!vh5>55#v>#v#v:V l t5>55/ yt [z$$If!vh555 #v#v#v :V l t*555 yt#SFj+ 666666666vvvvvvvvv66666>66666666666666666666666666666666666666666666666hH6666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666662 0@P`p2 0@P`p 0@P`p 0@P`p 0@P`p 0@P`p 0@P`p8XV~ OJPJQJ_HmH nH sH tH J`J  >Normal dCJ_HaJmH sH tH DA D Default Paragraph FontRi@R 0 Table Normal4 l4a (k ( 0No List jj 9/ Table Grid7:V0fS@f xBody Text Indent 3hdx^hCJOJPJQJaJZZ xBody Text Indent 3 CharCJOJPJQJaJ2B"2 x0 Body Textx<1< x0Body Text CharCJaJBoAB 5:NCharacter Style 4CJaJRR@RR 5:N0Body Text Indent 2dx^NaN 5:N0Body Text Indent 2 CharCJaJdrd p0Style1" @@@d^CJOJPJQJaJmH!sH!>Q> p Body Text 3xCJaJ@@ p0Body Text 3 CharCJaJHCH {0Body Text Indentx^JJ {Body Text Indent CharCJaJ@@@ a7dList Paragraph ^H!H :fata$da$OJPJQJaJmH!sH!RR  Header !dCJOJPJQJaJ::  Header Char OJPJQJJ>J ! Title $da$5OJPJQJaJ@@  Title Char5CJOJPJQJJ/!J =) Absatz-StandardschriftartPo2P AStyle 1 #1$7$8$OJPJQJ_HmH sH tH joBj AStyle 3$$H1$7$8$]Ha$(CJOJPJQJ^J_HaJmH sH tH N/QN ACharacter Style 2CJOJQJ^JaJN/aN ACharacter Style 3CJOJQJ^JaJjorj AStyle 4'$$1$7$8$]$a$(CJOJPJQJ^J_HaJmH sH tH j/j AStyle 6($H1$7$8$]Ha$(CJOJPJQJ^J_HaJmH sH tH joj aBStyle 2)$H1$7$8$]Ha$(CJOJPJQJ^J_HaJmH sH tH NoN ?%Character Style 1CJOJQJ^JaJPK![Content_Types].xmlj0Eжr(΢Iw},-j4 wP-t#bΙ{UTU^hd}㨫)*1P' ^W0)T9<l#$yi};~@(Hu* Dנz/0ǰ $ X3aZ,D0j~3߶b~i>3\`?/[G\!-Rk.sԻ..a濭?PK!֧6 _rels/.relsj0 }Q%v/C/}(h"O = C?hv=Ʌ%[xp{۵_Pѣ<1H0ORBdJE4b$q_6LR7`0̞O,En7Lib/SeеPK!kytheme/theme/themeManager.xml M @}w7c(EbˮCAǠҟ7՛K Y, e.|,H,lxɴIsQ}#Ր ֵ+!,^$j=GW)E+& 8PK!Ptheme/theme/theme1.xmlYOo6w toc'vuر-MniP@I}úama[إ4:lЯGRX^6؊>$ !)O^rC$y@/yH*񄴽)޵߻UDb`}"qۋJחX^)I`nEp)liV[]1M<OP6r=zgbIguSebORD۫qu gZo~ٺlAplxpT0+[}`jzAV2Fi@qv֬5\|ʜ̭NleXdsjcs7f W+Ն7`g ȘJj|h(KD- dXiJ؇(x$( :;˹! I_TS 1?E??ZBΪmU/?~xY'y5g&΋/ɋ>GMGeD3Vq%'#q$8K)fw9:ĵ x}rxwr:\TZaG*y8IjbRc|XŻǿI u3KGnD1NIBs RuK>V.EL+M2#'fi ~V vl{u8zH *:(W☕ ~JTe\O*tHGHY}KNP*ݾ˦TѼ9/#A7qZ$*c?qUnwN%Oi4 =3ڗP 1Pm \\9Mؓ2aD];Yt\[x]}Wr|]g- eW )6-rCSj id DЇAΜIqbJ#x꺃 6k#ASh&ʌt(Q%p%m&]caSl=X\P1Mh9MVdDAaVB[݈fJíP|8 քAV^f Hn- "d>znNJ ة>b&2vKyϼD:,AGm\nziÙ.uχYC6OMf3or$5NHT[XF64T,ќM0E)`#5XY`פ;%1U٥m;R>QD DcpU'&LE/pm%]8firS4d 7y\`JnίI R3U~7+׸#m qBiDi*L69mY&iHE=(K&N!V.KeLDĕ{D vEꦚdeNƟe(MN9ߜR6&3(a/DUz<{ˊYȳV)9Z[4^n5!J?Q3eBoCM m<.vpIYfZY_p[=al-Y}Nc͙ŋ4vfavl'SA8|*u{-ߟ0%M07%<ҍPK! ѐ'theme/theme/_rels/themeManager.xml.relsM 0wooӺ&݈Э5 6?$Q ,.aic21h:qm@RN;d`o7gK(M&$R(.1r'JЊT8V"AȻHu}|$b{P8g/]QAsم(#L[PK-![Content_Types].xmlPK-!֧6 +_rels/.relsPK-!kytheme/theme/themeManager.xmlPK-!Ptheme/theme/theme1.xmlPK-! ѐ' theme/theme/_rels/themeManager.xml.relsPK]   !^cinp u< "2Wv* ? g !q!!!-"Z"""#H####4$Y$$$%G%%%%Z&&&U'm+W3O> JN"]S_GeiDp5tw$Ȑ+!j.k #j8@0(  B S  ?:;@I  :Fdjr59IO  '#(S^ tx) . S W X Z [ a b k l r t       ! # ' ( * + 1 2 : ; > ? F L Q R [ \ a b j l  c m  ()-.89DEIJRS[]abklqx"#()18@BFGPQXY^enost|}$%*+038;>?JKQWbchirsy{#$)*19ANXd $+09>CDKLR^bckpxU`e*!R!V!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"" " """""""'"("/"0"8"9">"?"F"J"O"P"["\"a"b"j"o"v"w"z"{""""""""""""""""""""""""""""""""# # #####%#&#(#)#.#;#A#B#H#Y#]#^#b#c#i#m#r#s#y#z#}#~#########################$$ $ $$$$$$$#$$$.$/$3$4$;$<$>$?$C$D$J$K$Q$\$a$c$n$o$u$v$|$}$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$%% %%%%%(%0%1%6%=%F%G%Q%R%V%W%]%`%%%%%&&&&&&''(((((())****&+1+W+b++++++,,,1,2,6,7,=,>,G,H,M,Y,c,d,i,j,t,u,y,z,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,------%-&---.-5-8-=->-G-L-P-Q-[-\-`-a-g-h-j-k-p-x-~--------------------------.... .!.&.'.*.1.:.;.?.@.F.G.L.M.T.U.k.r.z.{............................... / /////*/+/0/3/8/>/E/L/W/X/]/^/a/h/q/r/v/w/}/~/////////////////////////00 000000 0!0+0,04050:0;0E0F0M0N0W0X0\0d0g0h0m0n0v0x0000000000000000000000000000000111 111!1"1'1*1/151<1C1N1O1T1U1X1_1h1i1m1n1t1u1z1{111111111111111111111111111122 22222 2!2%2&2/2026272=2>2B2I2S2V2`2a2i2j2o2p2z2{22222222222222222222222222223 3 333333$3+3136373B3D3I3J3U3\3e3f3j3k3q3r3w3}333333333333333333333333333333333444 44444&4'4+4,4047494:4?4G4M4N4S4T4[4\4`4a4g4h4p4q4x4y4}4~4444444444444444444444444444444445555!5"5'5/55565:5A5H5S5Y5_5h5m5p5v555555555555555555555555555556 666!6"6&6'6-6.6667696:6?6G6M6P6U6V6^6_6h6i6t6u6y6z66666666666666666666666666677 7 7777777 7'707175767<7=7B7C7J7K7V7W7[7\7`7g7n7o7|7}7777777777777777777777777777778 8 888888!8&8'8*8+8.8/84858<8=8A8B8L8M8V8W8\8]8b8e8j8m8r8v8{888888888888888888888888888888889 9999999$9'9,9095999>9A9N9O9T9X9]9c9j9k9t9u9y9z9999999999999999999999999999999:: : ::::$:):*:/:0:::;:D:E:O:P:X:Y:c:d:h:i:o:q:v:}:::::::::::::::::::::::::::::; ;;;;;!;";(;);3;4;9;>;A;B;H;J;N;O;Y;Z;^;_;e;k;t;u;w;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; < <<<<<&<'<0<1<5<6<C<D<I<L<Q<W<^<e<p<q<v<w<}<~<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<======= =.=/=6=7=@=A=E=F=P=Z=]=^=c=d=l=m=t=u=w==============================> >>>>> >!>+>,>1>2>;><>C>D>I>J>N>O>Z>[>`>a>g>h>m>n>v>w>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>??? ? ?????$?%?7?8?B?H?O?Q?Y?Z?f?k?q?x?}????????????????????????@@ @ @@@@@#@$@-@.@6@7@?@F@K@j@q@u@}@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@AAAA AAAAAA(A)A;AU?UHUIU[U\UdUeUkUlUsUtUyUzUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUV V VVVVV&V'V.V2VVVVVRWZWWWWWWWWW XXX2X:X=XJXPXiXqXXXYY%Y(YlY}YYYYYYYYZ?ZCZRZXZZZZZZZ [[[[[[[[\\]]%]0]1]6]7]@]A]E]G]Q]R]X]Y]]]d]f]g]l]t]z]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]^^^^^^^"^'^(^0^1^5^6^:^B^H^I^K^L^Q^Y^_^a^l^m^q^r^v^}^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^_ ____"_#_-_._2_3_7_>_B_C_L_R_W_X_b_c_j_k_t_u_y_____________________________``````` `&`.`/`4`5`:`;`C`D`Q`R`Y`Z`a`b``````aaaaa[bfblbqbbbbb$c%c)c*c,c-c3c4c=c>cDcFcvc|ccccccccccccccccccccc=dCdqdrddddddddddddddddddddddd5e8eeefftgwgggh hmhnhrhshuhvh|h}hhhhhhhi i iiiiii!i#i'i(i*i+i1i2iiiiiiiiii jj'j-jzj~jjj)k0kkkkkkkkkll l llllll l!l&l.l4l5lllllllllllllllllllllllllllllllm m m9m?mmmOnYnnnnnnn,o4ooop'ppp-q3qqqjrprrrssKsSsssttttuuuu vvlvuvvvvvvvwwww:xExkxvxxxxxyyyyyyyyz$zIzRzzzzzzz{{{{||$}.}}}}}}}}}}}l~r~~~~~~~ 4: #(ZcJO<CȈɈ߈ !14PSYaq|Éȉω׉ELRZpyƊ!ˌՌWY'ʏˏݏ!-4Ŕ̔×ʗ*1bcΚԚ%,W_˝֝+2 \d*4ǡҡ6=>Et{ JMMY  !%&./4;@AGHNOY[`ajkqw !'/0:AEFKLRSWX\bijnowx}ªêȪɪѪҪ۪ܪߪ"#()89>DKLPQUV_`fglrwxƫǫ̫ͫҫӫ߫ $%)*./67=>EFQ¬ìɬʬҬӬجެ %&,-3489@AFGPQTU_gpquvʭ˭Эѭխ֭ݭޭ"#()./57=HNOWZ^_cdjlpquv|Ů̮ЮѮۮܮ #$()01;AKLPfmnxy.07ʱϱб۱ܱ z389CDLMVW[\bci³˳̳ϳгڳ۳ #$.045;<?@DEQRZ[`bijnouv̴ʹѴҴݴ޴ !"*,45;<CDFGLMTU_eipvw{|ĵŵ˵̵ҵӵٵڵ),12>HOPTUYbmnwx|ŶƶжѶԶնڶ۶CKQWXagklvwͷѷҷݷ߷\abhisu}ĸŸɸʸոmv#fm%._ges)0MP!)#*biEMX`-5QSoHQ|'.>Dqu :@DLT_x %)0}AHgu !"&',19:?@KLQR[\efnoz{  &./56;<BCKMHN~~~AG|||||~|zz8?z3Cz~z|y~y|yyyy46GNy|Uby{KRyy}$y{y~yEMyKMywy y     x { x    # ( 4 = Q \ v {     FH  $%*+45:@GHKLUV\]dehkuxtI46HI   "#RSsu( ) R t l b d Nbd "uwdfTV_ay{68#%wy46HJT 5 *!Q!R!!!!J"O"`%%%&&((**%+&+V+W+++*,33UA BBOCQCtDvDkEmEF FFFHH+I-IgIhIIIIIJJjJlJKK L LLLNN|O}OPP;RZ@ZQZRZZZ [ [[[[[]b```````aaZb[bbb$cFcvcwccc=d>dqdrddd4e5esgtghhChDhmhhhhi>iiiiiii j j'j(jzj{j(k)kk5ll m8m9mNnOnnnnn+o,ooopp,q-qirjruuv v x x9x:xjxkxxxyy{{#}$}}}k~l~  34;=LjɈQSJL,.ĔƔ—ė)+ac͚Κ$%VWߜ˝̝*,)*ơǡ57=?su:;.38\aeg(*LM ""$acDFWX,-GH|~(*@B MGH@A79FHJL    x,0`ajmuv "$^_ik3333333333333333333333333333333333333333()ix()ix,g>%XI?elCv ɡieR slr.=!"I`M6_xeBW\d#Ka(?l4 :pL"*Y..:&l- (~ Dxp:'aB [;@H@UnknownG* Times New Roman5Symbol3. * Arial7.{ @Calibri5. *aTahoma;Wingdings?= * Courier NewA BCambria Math"1 h&b ' ")u")u!S20   3qHX $Pp2!xx Otank Cute Yeni-Yurpendal                   Oh+'0x  4 @ LX`hp Otank Cute Normal.dotmYeni-Yurpenda5Microsoft Office Word@H'@@n")u՜.+,0 hp|     Title  !"#$%&'()*+,-./0123456789:;<=>?@ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ[\]^_`abcdefghijklmnopqrstuvwxyz{|}~      !"#$%&'()*+,-./0123456789:;<=>?@ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ[\]^_`abcdefghijlmnopqrtuvwxyzRoot Entry FFData %1Table^WordDocument8SummaryInformation(kDocumentSummaryInformation8sCompObjy  F'Microsoft Office Word 97-2003 Document MSWordDocWord.Document.89q